Iklan

Artikel Tentang Desa Selayar

Media Selayar
Kamis, 28 April 2011 | 02:56 WIB Last Updated 2021-08-24T09:35:31Z
Artikel ,Tentang ,Desa Selayar
Illustrasi. Google
Belajar Adil Terhadap Desa

Oleh: Farid Hadi Rahman (USAID)

September 2004 yang lalu FPPD kerja sama dengan Tifa, Perform, GTZ, Depdagri dan LSM-LSM mitra melakukan penelitian tentang ADD (Alokasi Dana Desa). Mudik edisi II yang lalu telah memaparkan berbagai pengalaman daerah-derah lokasi penelitian dalam menerapkan ADD dan hasil penelitian tersebut sudah dapat kita pelajari melalui Laporan Penelitian ADD di web site FPPD dan sekarang ini sedang dalam proses mengemas informasi berharga tersebut menjadi sebuah buku.


Meskipun laporan telah mencoba menyajikan informasi selengkap-lengkapnya, tetapi terasa masih ada yang kurang kalau pengalaman kabupaten Selayar ini tidak kita sharingkan kepada pembaca. Melalui KUNJUNG KAMPUNG edisi III ini kami mencoba membagikan oleh-oleh dari mas Farid Hadi Rahman untuk pembaca semua.


Pada tahun 2003 jumlah penduduk Selayar mencapai 109.979 jiwa, terdiri dari 52.064 laki-laki dan 57.915 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Selayar rata-rata sebesar 2,0 persen per tahun. 


Menurut BKKBN (2001) sekitar 7.583 KK (24,87%) tergolong miskin. Sebanyak 20,93% atau 4.611 anak usia sekolah tidak duduk di bangku sekolah. Prosentase balita kurang gizi mencapai 37,5% dan angka kematian bayi mencapai 45 orang per 1.000 kelahiran.


PDRB Kabupaten Selayar tahun 2003 atas dasar harga berlaku, sebesar Rp 395.243,52 juta. Lapangan usaha pertanian menempati 47% lebih atau sebesar Rp 186.310,9 juta. Pertumbuhan bidang transportasi dan komunikasi dari 2002 ke 2003, naik secara signifikan sebesar 22,4%.


Secara historis, opu (kepala wilayah) yang bergelar Kabusungan dan Galarang (Kepala Kampung) menerima gaukang (kekayaan) yang disebut kokolohe sebagai kompensasi gaji. Pada tahun 1950, dengan adanya perubahan pemerintahan di kecamatan dan desa telah menghapuskan kokolohe sebagai kekayaan desa.


ADD dan APBDes
Alokasi dana desa di Kabupaten Selayar diatur oleh Perda No. 03/2002 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa. Sebelum adanya perimbangan keuangan, desa-desa di Selayar bisa dikatakan tidak memiliki cukup kemampuan keuangan, sedangkan hampir seluruh kegiatan kabupaten berhubungan dengan masyarakat desa selalu membutuhkan fasilitas. Hasil FGD yang dilaksanakan di beberapa daerah menyimpulkan:

1. Sebagian besar desa tidak memiliki aset (kekayaan desa) sebagai modal untuk melakukan pembangunan dan pelayanan sehingga penggalangan dana merupakan tanggungjawab kepala desa. Atau dengan kata lain Kepala Desalah yang menanggung dana pembangunan desa.

2. Beban atas kegiatan kunjungan tamu ke desapun dipikul oleh rakyat, padahal kegiatan Kabupaten mengharuskan semua instansi turun ke desa, …paling tidak ada air panaslah, celetuk mereka. Kepala desa lalu seolah memiliki kewenangan memaksa rakyat untuk menyediakan dana dan rakyat harus memenuhinya.

Saat ini desa menerima dana perimbangan dari Kabupaten yang terdiri dari 3 (tiga) sumber (Perda No. 03/2002), meliputi:

1. Bagian desa dari penerimaan pajak dan retribusi,
2. Dana Alokasi Umum, dan
3. Dana Alokasi Khusus

Secara rinci dana perimbangan yang bersumber dari keuangan daerah meliputi:

1. Bagian desa penerimaan Pajak dan Retribusi dirinci sebagai berikut:

* Penerimaan Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkotaan dan Perdesaan (Sektor SKB) dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa.
* Penerimaan Daerah dari Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 75% untuk Pemerintah Daerah dan 25% untuk Pemerintah Desa.
* Penerimaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa.
* Penerimaan Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa.
* Penerimaan Daerah dari Sumber Daya Alam selain dari Tambang Galian Golongan C dibagi dengan imbangan 25% untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk Pemerintah Desa

2. Bagian desa berupa Dana Alokasi Umum Desa (DAU Desa) ditetapkan sekurang-kurangnya 10% dari penerimaan Pemerintah Daerah yang ditetapkan dalam APBD untuk seluruh Desa.

3. Dana Alokasi Khusus dialokasikan dari APBD kepada desa tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBD.


Desa saat ini sudah menerima dari pembagian pajak dan retribusi meliputi bagian PBB sektor SKB, Tambang Golongan C dan IMB. Sedang dari BPHTB dan penerimaan Sumber Daya Alam selain dari Tambang Galian Golongan C belum diberikan ke desa.


Total dana perimbangan dari pengembalian pajak retribusi ke desa pada tahun 2003 adalah Rp 186,750,836.00 dan di tahun 2004 menjai Rp 320,672,000.00. Kenaikan hingga 70% ini menunjukkan bahwa daerah semakin baik dalam menghimpun sumber pendapatannya setelah adanya kebijakan ADD.

Penetapan bobot desa ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:

Indikator Kriteria Bobot
Luas Wilayah a. s.d 1.000 Ha
Indikator Ekonomi Desa belum dapat diterapkan dalam formula karena data pertumbuhan setiap desa yang masih belum ada.


Kami belum dapat menerapkan ketentuan untuk bobot pertumbuhan ekonomi desa. Ketentuan ini tidak didukung oleh data yang cukup sehingga kami sementara memberlakukan sama untuk semua desa dengan bobot sebesar 1 (satu). (Bagian Keuangan)


Dengan kondisi ini berarti Kabupaten Selayar hanya menerapkan tiga kriteria untuk menentukan bobot desa yaitu Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kondisi Geografis Desa.


Namun meskipun hanya tiga kriteria, semua desa menerimanya dengan baik. Tidak satupun yang komplain karena penerimaannya berbeda dengan desa lain.


Pembagian DAU yang diterima oleh desa sudah baik dan adil. Ada desa yang lebih banyak penduduknya dan jauh dari ibukota serta sulit dijangkau menerima DAU lebih besar dari desa lain yang lebih kecil dan lebih sedikit penduduknya.


Besarnya Dana Alokasi Umum Desa ditetapkan sekurang-kurangnya 10% dari Penerimaan Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan tahun 2003 baru 8,34% yang diberikan, sedang tahun 2004 bahkan turun sebesar 7,87% dari Dana Perimbangan Pusat dan Daerah, meskipun jumlah yang diterima desa meningkat. 


Tahun 2003 desa menerima antara 143,589,500.00 hingga Rp 197,221,500.00, sedang pada tahun 2004 naik antara Rp 148,250,000.00 hingga Rp 201,952,000.00.


Dalam Angaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2003, desa membelanjakan uangnya rata-rata 40% untuk rutin dan 60% untuk belanja pembangunan (SE Bupati No. 903/341/VI/2003/KEU, sedang pada tahun 2004, antara rutin dan pembangunan masing-masing 50% (SE Bupati Nomor 903/290/VII/2004/KEU).


Penyaluran ADD ke desa melalui proses yang cukup transparan dan panjang. Panitia perimbangan keuangan yang bertanggungjawab mempersiapkan bobot desa dan besarnya ADD yang kemudian ditetapkan dalam Pagu Sementara (SK Bupati). Menjelang akhir tahun anggaran SK ini direvisi menjadi Pagu Definitif.


Sementara belum turun dana, di desa dilakukan musbangdes dan menyusun RAPBDes yang setelah dibahas di dalam musyawarah desa ditetapkan menjadi APBDes. APBDes yang sudah disahkan menjadi Perdes, diajukan ke bagian keuangan daerah sebagai syarat memperoleh ADD.


Desa juga mengembangkan Pendapatan Asli Desa (PADes). PADes yang sudah dihimpun desa meliputi pungutan desa, swadaya, gotong royong, dan bantuan dari fihak ke tiga. Sumber pendapatan lainnya, seperti hasil kekayaan desa masih belum dikembangkan. 


Hilangnya kokolohe (jw: bengkok), secara langsung melemahkan PADes. Untuk mengkompensasi penerimaan asli tersebut beberapa desa mulai merintis sumber kekayaan desa yang baru berupa kios desa, namun saat ini masih dalam taraf pembangunan.


Alokasi dana desa yang diterima oleh desa telah mendorong prakarsa desa menggali pendapatan aslinya, diantaranya dengan menerbitkan perdes retribusi desa. Terdapat beberapa sumber pendapatan asli desa yang berasal dari masyarakat, diantaranya:


Sumber PAD desa kami antara lain taksi laut, ikan kering, ternak, dan bentuk pungutan desa secara resmi seperti pengurusan surat yang ditetapkan desa dalam bentuk perdes, berupa (Kades Bontosunggu): Kekayaan Desa (pemakaian kios, penjualan barang campuran dan kain, pejual sayur mayur & ikan), Jasa tambatan perahu (bongkar muat & bea labuh). 

Hasil dan ternak (kopra, kambu mente, dll), Jasa ketatausahaan, dan transaksi jual beli. Desa Bontomarannu, PADes dipungut dari penyembelihan kambing, pesta pernikahan dan lain-lain.

Namun masih ada pungutan desa yang belum melalui aturan tetap (Perdes) seperti di desa Mare-mare. Pungutan di desa tersebut baru sebatas kesepakatan lisan.

Dilihat dari prakarsa untuk meningkatkan PADes memang menakjubkan, hampir setiap kegiatan rakyat yang menghasilkan income tidak terlepas dari bidikan pungutan desa. Tentu saja dengan kondisi semacam ini terdapat dua hal yang patut disimak yaitu PADes makin meningkat atau sebaliknya, akan terjadi penolakan oleh warga karena terlalu membebani. 

Untuk menjaga agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, kabupaten perlu mengeluarkan perangkat yang jelas, misalnya, mengarahkan sumber pendapatan desa yang dikaitkan dengan jasa pelayanan yang langsung diberikan oleh desa, sehingga tidak asal memungut yang justru dapat berakibat pada ekonomi biaya tinggi.

Desentralisasi fiskal kabupaten dan desa di Kabupaten Selayar telah membawa situasi yang baru. Permasalahan yang ada di desa dapat lebih cepat diselesaikan dan partisipasi warga mengalami babak baru. 

Keterbukaan desa dalam mengelola anggaran pendapatan dan belanja menjadi salah satu kunci penting terhadap partisipasi warga. Beberapa desa yang telah melibatkan masyarakat sejak mulai dari perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan menunjukkan bukti yang nyata terhadap keiikhlasan warga turut mengambil bagian dalam pembangunan desa.

…merupakan dana stimulant sehingga mendorong adanya partisipasi warga secara spontan dalam bentuk yang beranekaragam, seperti penyerahan tanah warga, penyerahan pohon kelapa dan bentuk tenaga kerja secara kerja bakti di waktu senggang warga. Dari partisipasi telah diserahkan tanah tanpa ganti rugi seluas kurang lebih 5 Ha. (Kepala Desa Polebunging)


Dari data APBDes desa, dana partisipasi masyarakat di tahun 2003 2004 mulai menunjukkan peningkatan, misalnya, di desa Bungaiya pendapatan dari partisipasi warga meningkat dari 24,8 juta menjadi 67 juta, sedang di desa Mare-mare dari 18 juta menjadi 41 juta. Catatan tersebut menunjukkan bahwa warga sebenarnya semakin gairah memberikan partisipasinya untuk mewujudkan cita-citanya.


Penerimaan desa dari partisipasi masyarakat ini sangat dominan, di beberapa desa menunjukkan hingga di atas 80% dari seluruh total pendapatan desa.


Salah satu bentuk gotong royong warga di Selayar yang cukup unik adalah budaya rera atau kulung. Rera atau kulung adalah nama kelompok tani di desa. Forum informal ini dibentuk petani secara partisipatif dan egaliter oleh warga. 


Kelompok tani ini bekerja saling bahu-membahu menggarap sawah anggotanya secara bergiliran tanpa dibebani biaya, demikian pula saat musim panen. Kearifan lokal yang sudah lama dimiliki secara turun-temurun ini berpengaruh luas pada budaya gotong royong dalam bentuk lainnya.


Bantuan dari fihak ke tiga berupa material tetap, seperti semen, tanah yang dihibahkan oleh masyarakat, atau material lain. Bantuan ini di beberapa desa datang dari luar desa.


Total penerimaan desa pada tahun 2003 berkisar antara Rp 160.447.710,- hingga Rp 218.186.153,- sedang pada tahun 2004 berkisar antara Rp 171.000.000,- hingga Rp 297.329.000,-. Tampak disini bahwa penerimaan semua desa dari tahun 2003 ke tahun 2004 naik antara 6,2% hingga 28,6%.


Adanya alokasi dana yang diberikan ke desa diakui mampu mendorong pendapatan desa yang lainnya seperti swadaya, gotong royong, dan sumbangan dari fihak ketiga. Sebagaimana disampaikan, ADD juga merupakan dana stimulant. 


Kewenangan mengelola pembangunan dan menggali sumber pendapatan asli desa mendorong desa menjadi kreatif meningkatkan sumber pendapatan asli lainnya.


Perkembangan Pelayanan Dasar Umum

Peningkatan pelayanan masyarakat di level desa sangat dipengaruhi oleh belanja pembangunan daerah yang sampai ke desa melalui ADD. Setelah adanya dana yang cukup besar yang diterima oleh seluruh desa di Kabupaten Selayar diakui oleh semua fihak sangat membantu pembangunan desa.


Dana tersebut dikelola desa dan tidak ada intervensi dari fihak lain untuk menentukan belanjanya. SE yang diterbitkan adalah pedoman dan arahan agar dana tersebut dapat digunakan dengan baik oleh masyarakat, namun keputusannya sangat tergantung kepada mereka sendiri (Kepala Bagian Pemerintahan)


Pembangunan desa dengan prakarsa seluruh masyarakat meningkatkan rasa kebersamaan dan kebanggaan warga kembali memiliki desanya.


Pengelolaan dana secara mandiri di desa kami meningkatkan rasa memiliki yang tinggi. Penyediaan air bersih desa terawat dengan baik… (peserta FGD)


Di desa yang diambil sebagai sampel APBDes-nya dapat dilihat kemana saja arah pembangunan desa. Pada tahun 2003 rata-rata desa mengalokasikan 60% untuk belanja pembangunan, kecuali di desa Parak yang belanja rutinnya mencapai 55%. 


Tahun 2004, belanja pembangunan dan rutin masing-masing sama sebesar 50%, kecuali Desa Bontolebang yang belanja rutinnya hingga 55%. Tingginya belanja rutin di dua desa tersebut disebabkan karena jumlah dusun dan anggota BPDnya lebih banyak dari desa lainnya.


Komposisi anggaran desa yang rata-rata lebih besar untuk biaya pembangunan dan dibelanjakan sesuai dengan preferensi masyarakat menjadikan desa akan lebih cepat mandiri.


Pos belanja rutin desa oleh desa digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, belanja lain-lain, dan belanja tak terduga (SE Bupati No. 903/290/VII/2004/KEU). Belanja pegawai yang paling besar untuk:

* Penghasilan Kepala Desa;

* Gaji Perangkat Desa meliputi Sekretaris Desa, Kepala urusan dan Kepala Dusun;
* Tunjangan BPD Bendahara Desa;
* Honor Kadi (imam desa);
* Honor imam dusun; dan
* Honor guru TK

Honor kepala desa di tahun 2003 rata-rata sebesar 400 ribu sedang sekretaris desa menerima sebesar 300 ribu. Untuk BPD anggota dan ketua menerima bervasiasi antara 240 ribu hingga 340 ribu. Imam dan guru desa menerima antara 100 – 200 ribu. 


Di tahun 2004 gaji dan honor mereka naik antara 20 25% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena ada kenaikan penerimaan dana perimbangan yang disertai perubahan SE Bupati tentang struktur pemakaiannya. Diakui oleh warga setelah mereka menerima kompensasi honor, pelayanan menjadi lebih baik. Dahulu beberapa dari mereka sering kurang bertanggung jawab pada pelayanan warga.


Kalau diperhatikan, belanja pembangunan di dua tahun pertama yang paling besar adalah untuk pembangunan sarana pemerintahan, baru kemudian sarana perhubungan dan sarana produksi.


Desa juga mulai berinisiasi membangun fasilitas pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, penyediaan air bersih, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini diungkapkan oleh tokoh masyarakat dalam FGD maupun wawancara.


Dalam dua tahun ini kegiatan pembangunan desa semakin baik. Di setiap dusun pasti ada kegiatan pembangunan. Kalau dahulu kita harus menunggu lama, sekarang masyarakat bisa langsung memutuskan� (Ketua Asosiasi BPD)


Manfaat ADD sangat positif. Desa bisa membangun sendiri kebutuhannya…. (Camat Bontoharu)


dulu dirancang dari atas, sekarang bisa membangun sendiri setelah ada dana perimbangan (Ibu desa Bontolebang) Secara langsung alokasi dana desa dibelanjakan untuk pembangunan pelayanan dasar yang juga didukung dengan swadaya dan gotong royong. Proporsi ADD untuk pembangunan pelayanan dasar mencapai 65% sedang PADes berkontribusi sekitar 35%.


Yang menarik, hampir semua desa mulai memperhatikan pembangunan fasilitas pendidikan untuk usia dini (TK & TPA). Bupati yang prihatin pada pendidikan anak-anak, turut menghimbau desa agar mulai memperhatikan pendidikan. 


Dikatakan pula oleh Plan International (LSM), banyak anak kelas 1 hingga kelas 3 sekolah dasar yang baru belajar membaca dan menulis, kalau dibiarkan hal ini akan membuat pendidikan semakin tertinggal.


Beberapa desa bahkan sudah pula peduli pada pendidikan SD. Bukti kepedulian ini dapat dilihat di desa Patikarya yang menghibahkan tanah warga untuk pembangunan pendidikan TK dan SD.


ADD memberikan pencerahan dan harapan masyarakat memenuhi kebutuhan air bersih. Belanja ADD maupun APBDes untuk air bersih ini untuk pengadaan pipa induk dan tandon air sederhana. Sedang sambungan rumah dibiayai dan dikerjakan secara swadaya oleh masing-masing KK.


Air sangat sulit di desa kami, ada sumber air namun letaknya cukup jauh dari permukiman penduduk. Kami sudah lama menunggu bantuan agar air tersebut sampai di desa namun tidak kunjung tiba. Sekarang desa telah mempunyai air setelah ada ADD dengan gotong royong desa sendiri


Desa-desa di selayar cukup memberikan perhatian terhadap upaya kesehatan masyarakat. Dapat dijumpai di desa ada pos belanja untuk pelayanan kesehatan, diantaranya membangun MCK, pusdu/posyandu, dan saluran drainase. Sarana kesehatan tersebut juga dikerjakan secara sharing antara ADD dan partisipasi, seperti warga menghibahkan tanahnya untuk pembangunan posyandu.


… masyarakat yang rela menyediakan tanahnya untuk TK maupun Posyandu dan jalan desa (Camat Bontoharu)


Semangat membangun sarana transportasi juga mendapat dukungan masyarakat luas. Swadaya masyarakat dalam pembangunan jalan desa maupun taksi laut cukup tinggi, pembangunan ini dikerjakan secara gotong royong dan ada sumbangan masyarakat. 


Di desa Polebunging, masyarakat menyumbangkan tanah dan rela ditebang pohon kelapanya untuk digunakan jalan perintis antar dusun. Kalau dihitung, sumbangan masyarakat di desa ini mencapai 5 Ha tanah. kami menyediakan bahan baku dan tenaganya dari masyarakat… (Ibu Desa Mare-mare menjelaskan)


Sepertinya sarana perhubungan ini akan terus dibangun oleh desa. Diungkapkan dalam strategi jangka menengah desa, mereka akan terus merintis jalan antar dusun dan antar desa. Menurut pendapat masyarakat, desa akan berkembang lebih cepat apabila prasarana dan sarana transportasi desa baik.


Kerinduan desa memiliki kantor desa yang lebih layak menjadi motovasi yang lain. Saat ini semua desa di Selayar sedang membangun kantornya.


Pelayanan administrasi desa sekarang jauh lebih baik dari beberapa waktu yang lalu. Masyarakat kalau ingin melakukan pertemuan tidak kesulitan lagi mencari tempat dan rembug desa pun lebih sering dilakukan(ujar seorang ibu, tokoh masyarakat desa Bungaiya)


Disamping membangun kantor desa, juga dibangun kantor BPD dan fasilitas gedung pertemuan.
Kemampuan mewujudkan pelayanan publik yang dibutuhkan desa ini terus memotifasi desa untuk lebih giat lagi membangun. Pelembagaan Partisipasi dan Transparansi Pembangunan Desa


Dalam proses perencanaan dan penyusunan APBDes selalu melibatkan 4 pihak, yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), BPD, Aparat desa, dan tokoh masyarakat. Penyusunan anggaran. Sampai saat ini masih ada dua mekanisme perencanaan yang masing-masing terpisah, yakni forum prioritas pelaksanaan belanja yang dibutuhkan dalam penetapan APBDes dan forum yang dilaksanakan untuk usulan desa melalui forum UDKP.


Mekanisme baru sering pula muncul kalau ada proyek di luar APBDes, seperti PPK, P2KP, PMP yang hanya untuk kepentingan scheme proyek bersangkutan. Kabupaten masih belum ada upaya untuk menyatukan mekanisme perencanaan yang ada di desa. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus, maka dapat terjadi duplikasi maupun perebutan proyek antar warga.


Namun yang perlu digaris bawahi bahwa prosesnya cukup partisipatif. Keterbukaan ini menimbulkan rasa memiliki yang tinggi dari warga.


Cara ini melahirkan rasa memiliki yang cukup mendalam sehingga mendorong pembangunan desa lebih berkualitas dibandingkan bila dilaksanakan oleh pihak lain.


Dicontohkan prasarana air bersih yang dibangun oleh warga sampai sekarang masih berfungsi dengan baik karena dilakukan perawatan dan perbaikan secara berkala oleh masyarakat secara swadaya dan sukarela.


Partisipasi warga dalam perencanaan ini disampaikan juga oleh Andi Julia Cahaya, kepala desa Mare-mare, tentang perencanaan kegiatan yang didanai lewat APBDes.


Di desa Mare-mare dilakukan musbangdes merumuskan apa yang penting untuk desa.


Pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh desa sendiri. Dirasakan masyarakat cara ini lebih efisien dan lebih baik, karena partisipasi dan kontrol pekerjaan dapat diberikan langsung oleh warga desa.


Kalau kami yang melaksanakan pembangunan dengan biaya tersebut maka akan jauh lebih baik kualitasnya dan volumenya lebih besar lagi karena masyarakat akan dengan suka rela membantu.


Proyek yang turun di desa sudah melalui beberapa tangan yang masing-masing sudah memotong untuk keuntungan pribadi. Pembangunan jalan aspal kalau Bapak ingin tahu, itu hanya disiram minyak tanah dicampur dengan sedikit aspal dan langsung disiram dengan pasir diatasnya. Pasirnya diambil dari laut lagi (Rahmad Jamalu)


Memberikan kesempatan luas kepada desa dengan memberikan kewenangan dan disertai dengan biaya perimbangan akan mempercepat pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Belanja investasi yang efisien ini akan mempercepat kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dalam jangka panjang.


Kepala Desa melakukan pertanggung jawaban kepada BPD setiap tahunnya. LPJ Kades ini juga melibatkan keempat unsur desa tersebut di depan.


LPJ kepala desa kepada BPD dihadiri unsur kasun, imam desa, perangkat dan tokoh.


Pada awalnya cara di beberapa desa menimbulkan konflik antara Kades dengan BPD. Ada Kades yang merasa dirinya terlalu diawasi oleh BPD. Namun konflik tersebut menurut keterangan yang dapat ditangkap saat FGD lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan tugas masing-masing dan kesantunan cara penyampaian kritiknya.


Konfilk antara kepala desa dengan BPD maupun dengan tokoh masyarakat sebenarnya bukan karena LPJ, namun karena Kades tersinggung saat ditanya soal LPJnya. Barangkali cara bertanyanya yang kurang ada tata krama. Oleh karena itu di desa perlu pula ada pelatihan tentang etika pemerintahan. (Rahman, Ketua Asosiasi BPD)


Namun, kepala desa yang benar-benar melakukan penyimpangan tidak ada ampun lagi. Ada beberapa kepala desa sudah menerima Surat Bupati tentang pencabutan jabatan kepala desa karena kasus penyalahgunaan DAU Desa dan pelecehan seksual.


Pertanggungjawaban yang sudah diterima biasanya diumumkan di tempat-tempat terbuka. Desa Polebunging berinisiatif menempelkan LPJ Kades di lima masjid desa.


Hasilnya dibacakan pada Forum Masjid yang dilakukan setelah shalat Jumat di masjid Agung desa. Selain dibacakan, laporan juga ditempelkan di papan pengumuman di 4 masjid desa.


LPJ Kades ini oleh Kabupaten menjadi persyaratan untuk mengajukan ADD tahun selanjutnya.


Desa-desa di Selayar tengah melakukan proses pelembagaan untuk perencanaan dan penganggaran desa yang partisipatif. Partisipasi warga dan transparansi proses menjadi modal untuk melakukan pembangunan desa secara lebih baik dan sustainable di masa depan.


BACA JUGA : Sejarah Dan Jejak Datuk Ri Bandang Di Selayar

Bila terdapat kekeliruan dalam penulisan silahkan Kontak Redaksi kami Untuk Klarifikasi
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Artikel Tentang Desa Selayar

Trending Now

Iklan